Jumat, 04 Januari 2008

Matematika yang Menakjubkan

Matematikawan bengal pencipta banyak paradoks

Zeno (490 – 435 SM)

RiwayatZeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa saat itu Zeno berumur 40 tahun, sedang Socrates masih remaja, kisaran usia 20 tahun. Dengan mengetahui bahwa Socrates lahir pada 469 SM, maka diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Catatan Plato menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradoks digunakan untuk melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan Aristoteles yang terdapat pada Simplicius - terbit ribuan tahun setelah Zeno - digunakan sebagai acuan.Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia – konflik antara Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6 paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun dapat menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para matematikawan; dan baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles dan kura-kura.
Latar belakangParmenides menolak faham pluralisme dan realitas dalam berbagai macam perubahan: baginya segala sesuatu tidak dapat dibagi, realitas tidak berubah, dan hal-hal yang tampak dan berbeda hanyalah ilusi belaka, sehingga dapat dibantah dengan argumen/alasan. Tidak perlu disangsikan lagi, faham ini mendapat banyak kritikan tajam. Tanggapan terhadap kritik Zeno memicu sesuatu yang lebih nyata, namun mampu memberi dampak mendalam bagi filsafat Yunani bahkan sampai saat ini. Zeno berusaha menunjukkan bahwa suatu kemustahilan diikuti oleh logika dari pandangan Parmenides. Segala sesuatu dapat menjadi sangat kecil atau menjadi sangat besar. Paradoks ini sebagai bukti kontradiksi atau kemustahilan akibat asumsi-asumsi yang (tampak) masuk akal. Apabila dilihat lebih dalam maka paradoks mengarah kepada target spesifik yaitu menyangkut lebih atau kurang: pandangan orang atau aliran pemikiran tertentu. Zeno – lewat paradoks - berusaha menyatakan bahwa alam semesta ini tidak berubah dan tidak bergerak. Mencoba menyingkap siapa yang menjadi target serangan Zeno relatif lebih mudah daripada mencoba memecahkan paradoksnya. Tahun kelahiran Zeno, menunjuk bahwa dunia remajanya dipenuhi dengan pandangan Pythagoras (580 – 475 SM) dan para pengikutnya (pythagorean). Tampaknya doktrin Pythagorean mau diserang Zeno, meskipun dugaan ini masih terlampau dini untuk disebut karena topik ini masih menjadi ajang perdebatan sampai sekarang. Paradoks Zeno mengungkapkan problem-problem yang tidak dapat diselesaikan oleh semua teknik matematika yang tersedia pada saat itu. Penyelesaian paradoks Zeno baru dimulai pada abad 18 (atau lebih awal dari itu). Paradoks itu mampu merangsang otak-otak kreatif matematikawan dan memberi warna pada sejarah perkembangan matematika.

Matematikawan “hitam”Zeno (490 – 435 SM) dari Alea dan Eudoxus (408 – 355 SM) dari Cnidus menghadirkan pertentangan dua kubu pemikiran matematika: penghancuran kritikal dan pengembangan kritikal. Pertentangan kedua pemikiran ini layak disebut dengan ajang pertempuran logika antara matematikawan “hitam” dan matematikawan “putih.” Duel “aliran” tidak hanya terjadi pada jaman kuno, matematikawan modern juga mengekor atau menjadi pengikut salah satu idola mereka. Penghancuran kritikal seperti pemikiran Zeno diteruskan oleh Kronecker (1823 – 1891) dan Brouwer (1881 - 1966), sedangkan pemikiran Eudoxus diteruskan oleh Weierstrass (1815 – 1897), Dedekind (1831 – 1916) dan Cantor (1845 – 1918).

Paradoks ZenoAda 4 paradoks Zeno yang terkenal, meskipun yang paling terkenal adalah paradoks kedua, perlombaan lari Archilles dan kura-kura.

1. DikhotomiParadoks ini dikenal sebagai “dikhotomi” karena selalu terjadi pengulangan pembagian menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan, sebab apapun yang terjadi gerak harus mencapai (titik) tengah terlebih dahulu sebelum mencapai (titik) akhir; tapi sebelum mencapai titik tengah terlebih dahulu mencapai seperempat dan seterusnya, suatu ketakterhinggaan. Jadi, gerak tidak akan pernah ada bahkan pada saat untuk memulainya.

2. Perlombaan lari Achilles dan kura-kuraAchilles - kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang berjalan lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan ilustrasi dengan menggunakan angka pada paradoks ini. Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.

3. Anak panahAnak panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu tertentu, diam maupun tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah tidak akan bergerak. Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga tersusun dari setiap (satuan) saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu saat tertentu, tidak dapat bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak panah selalu diam.

4. StadionParadoks tentang gerakan urutan orang duduk di dalam stadion. Urutan [AAAA] yang diam diperbandingkan dengan urutan bergerak pada tempat duduk stadion dari dua arah yang berlawanan, [BBBB]: urutan orang yang bergerak ke kiri dan [CCCC]: urutan orang duduk yang bergerak ke kanan.
Paradoks tentang stadion ini dapat digambarkan sbb.:AAAA: urutan berhentiBBBB: urutan bergerak ke kiri CCCC: urutan bergerak ke kananSemuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama. Posisi I Posisi II
A A A A A A A AB B B B B B B BC C C C C C C C
Posisi I:Urutan duduk AAAA, BBBB dan CCC terletak rapi, baris dan kolom sama. Gerakan dimulai, dengan kecepatan sama, urutan BBBB dan urutan CCCC bergerak. Urutan B paling kiri melewati 2 orang: C paling kiri dan A paling kiri. Jarak B paling kiri dengan C paling kiri adalah 2 kali jarak B paling kiri dengan A paling kiri, dengan waktu yang sama. Zeno mempertanyakan mengapa dengan waktu yang sama dan kecepatan sama ada perbedaan jarak yang ditempuh?
Pemecahan modernSemua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika semua prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat ternyata salah? Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena ini dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan. Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan kalkulus.
Dua paradoks tambahanTidak puas dengan empat paradoks yang dilontarkan. Zeno menambahkan dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.

5. Paradoks tentang tempatParadoks ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya. Secara garis besar dapat disederhanakan sbb.: keberadaan segala sesuatu benda (misal: batu) adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan tempat tertentu itupun (meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan seterusnya sampai ketakterhinggaan.

6. Paradoks tentang bulir gandumApabila anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang belum dikupas kulitnya akan terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah akibat gesekan bulir-bulir gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian dari bulir-bulir gandum menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian pertimbangkanlah menjatuhkan setiap bagian dari bulir gandum itu; kita semua tahu bahwa tidak ada suara yang terdengar.
Zeno boleh mati, tetapi paradok tetap hidupKarena kecerdikan sendiri, Zeno akhirnya menghadapi problem serius. Sekitar tahun 435 SM, dia bersekongkol untuk mengulingkan tirani Elea saat itu, Nearhus. Zeno membantu menyelundupkan senjata dan mendukung pemberontakan. Sialnya, Nearchus mengetahui skenario itu, dan Zeno akhirnya ditangkap. Berharap dapat mengungkap konspirasi itu, Zeno disiksa. Tidak tahan oleh siksaan, Zeno menyuruh para penyiksanya untuk menghentikan siksaan dan dia berjanji akan menyebutkan nama rekan-rekannya. Ketika Nearchus mendekat, Zeno meminta agar tiran itu lebih mendekat lagi karena dia akan menyebutkan nama-nama komplotan rahasia itu langsung di telinga Nearchus. Setelah telinga ada dalam jangkauan, tiba-tiba Zeno menggigit telinga Nearchus. Nearchus menjerit-jerit kesakitan, namun Zeno menolak untuk melepaskan gigitannya. Para penyiksanya hanya dapat melepaskan gigitan Zeno dengan jalan menusuk mati Zeno. Ini adalah akhir hayat, pencipta paradoks atau guru ketakterhinggaan.
SumbangsihJasa Zeno paling besar adalah pengaruhnya bagi filsafat. Sasaran ‘tembak’ Zeno adalah pluraliti dan gerak – sesuatu ditanamkan pada opini-opini geometrikal yang lazim dikenal – selain akal sehat, menyerang doktrin-doktrin Pythagorean, ternyata mampu memberi inspirasi para teori relativitas (paradoks keempat) dan fisika quantum. Kenyataannya ruang dan waktu bukanlah struktur matematika utuh (continuum). Alasan bahwa ada cara untuk melestarikan realitas gerak mengingkari bahwa ruang dan waktu terbentuk dari titik-titik dan saat-saat. Paradoks ini sangat terkenal, terutama paradoks Archilles dan kura-kura, kelak dipecahkan oleh Cantor. Hampir seluruh buku matematika mencantumkan nama Zeno pada indeksnya. Paradoks tidak hanya merupakan pertanyaan terhadap matematika abstrak tetapi juga pada realitas fisik. Memperkecil skala seperti halnya paradoks bulir gandum, sampai tidak dapat dibagi memicu orang “membedah” suatu benda sampai tingkat atom.

Diophantus(200 – 250)

RiwayatSekitar tahun 250 seorang matematikawan Yunani yang bermukim di Alexandria melontarkan problem matematika yang tertera di atas batu nisannya. Tidak ada catatan terperinci tentang kehidupan Diophantus, namun meninggalkan problem tersohor itu pada Palatine Anthology, yang ditulis setelah meninggalnya. Pada batu nisan Diophantus tersamar (dalam persamaan) umur Diophantus.

Seperenam kehidupan yang diberikan Tuhan kepadaku adalah masa muda. Setelah itu, seperduabelasnya, cambang dan berewokku mulai tumbuh. Ditambah sepertujuh masa hidupku untuk menikah, dan tahun kelima mempunyai anak. Sialnya, setengah waktu dari kehidupanku untuk mengurus anak. Empat tahun kegunakan bersedih.Berapa umur Diophantus? *)

Dugaan tentang kehidupan Diophantus cukup misterius. Kita hanya dapat menduga lewat dua fakta yang menarik sebelum menarik kesimpulan. Pertama, dia mengutip tulisan Hypsicles yang diketahui hidup sekitar tahun 150 SM. Kedua, tulisan Diophantus dikutip oleh Theon dari Alexandria. Prakiraan hidup Theon, diacu dari gerhana matahari yang terjadi pada 16 Juni 364. Dengan dua fakta ini diperkirakan Diophantus hidup antara tahun 150 SM sampai tahun 364. Para peneliti, menyimpulkan bahwa diperkirakan Diophantus hidup sekitar tahun 250.

Karya DiophantusDiophanus menulis Arithmetica, yang mana isinya merupakan pengembangan aljabar yang dilakukan dengan membuat beberapa persamaan. Persamaan-persamaan tersebut disebut persamaan Diophantin, digunakan pada matematika sampai sekarang.Diophantus menulis lima belas namun hanya enam buku yang dapat dibaca, sisanya ikut terbakar pada penghancuran perpustakaan besar di Alexandria. Sisa karya Diophantus yang selamat sekaligus merupakan teks bangsa Yunani yang terakhir yang diterjemahkan. Buku terjemahan pertama kali dalam bahasa Latin diterbitkan pada tahun 1575. Prestasi Diophantus merupakan akhir kejayaan Yunani kuno.[Pierre] Fermat mengetahui buku Diophantus lewat terjemahan Clause Bachet yang diterbitkan tahun 1621. Problem kedelapan pada buku kedua tentang cara membagi akar bilangan tertentu menjadi jumlah dua sisi panjang. Rumus Pythagoras sudah dikenal orang Babylonia 2000 tahun silam – memberi inspirasi bagi Fermat untuk menuliskan TTF /Theorema Terakhir Fermat (Fermat Last Theorem).Susunan dalam Arithmetica tidak secara sistimatik operasi-operasi aljabar, fungsi-fungsi aljabar atau solusi terhadap persamaan-persamaan aljabar. Di dalamnya terdapat 150 problem, semua diberikan lewat contoh-contoh numerik yang spesifik, meskipun barangkali metode secara umum juga diberikan. Sebagai contoh, persamaan kuadrat mempunyai hasil dua akar bilangan positif dan tidak mengenal akar bilangan negatif. Diophantus menyelesaikan problem-problem menyangkut beberapa bilangan tidak diketahui dan dengan penuh keahlian menyajikan banyak bilangan-bilangan yang tidak diketahui.Contoh: Diketahui bilangan dengan jumlah 20 dan jumlah kuadratnya 208; angka bukan diubah menjadi x dan y, tapi ditulis sebagai 10 + x dan 10 – x (dalam notasi modern). Selanjutnya, (10 + x)² + (10 - x)² = 208, diperoleh x = 2 dan bilangan yang tidak diketahui adalah 8 dan 12.

Diophantus dan AljabarDalam Arithmetica, meski bukan merupakan buku teks aljabar akan tetapi didalamnya terdapat problem persamaan x² = 1 + 30y² dan x² = 1 + 26y², yang kemudian diubah menjadi “persamaan Pell” x² = 1 + py²; sekali lagi didapat jawaban tunggal, karena Diophantus adalah pemecah problem bukan menciptakan persamaan dan buku itu berisikan kumpulan problem dan aplikasi pada aljabar. Problem Diophantus untuk menemukan bilangan x, y, a dalam persamaan x² + y² = a² atau x³ + y³ = a³, kelak mendasari Fermat mencetuskan TTF (Theorema Terakhir Fermat). Prestasi ini membuat Diophantus seringkali disebut dengan ahli aljabar dari Babylonia dan karyanya disebut dengan aljabar Babylonia.
*) Misal umur x, sehingga x = 1/6x + 1/12x + 1/7x + 5 + ½x + 4 akan diperoleh x = 84, umur Diophantus.

Sumbangsih

Seringkali disebut dengan ”Bapak” aljabar Babylonia. Karya-karyanya tidak hanya mencakup tipe material tertentu yang membentuk dasar aljabar modern; bukan pula mirip dengan aljabar geometri yang dirintis oleh Euclid. Diophantus mengembangkan konsep-konsep aljabar Babylonia dan merintis suatu bentuk persamaan sehingga bentuk persamaan seringkali disebut dengan persamaan Diophantine (Diophantine Equation) menunjuk bahwa Diophantus cukup memberi sumbangsih bagi perkembangan matematika.

Tidak ada komentar: